Search

Rupiah dan Dollar AS

Oleh Dr Effnu Subiyanto

Mata uang dollar Amerika Serikat (AS) kembali membuat masalah. Akhir-akhir ini nilai tukar menembus 15.000 rupiah per dollar AS. Hingga kini rupiah belum menemukan titik ekuilibrium baru. Indonesia benar- benar mendapat dampak akumulasi eksternal yang menekan rupiah dari defisit transaksi ekspor-impor, jatuh tempo pembayaran utang valuta asing, hingga keperluan pendanaan infrastruktur.

Indonesia kini harus menelan pil pahit dari implementasi rezim devisa bebas sejak 14 Agustus 1999. Pandangan mata uang beberapa negara juga mengalami nasib sama hanya mau menghibur. Padahal penurunan nilai rupiah mencapai terburuk di kawasan sejak awal tahun. Depresiasi rupiah sejak Januari sampai dengan pertengahan Oktober 2018 sudah mencapai 12,28 persen menjadi 15.220 rupiah per dollar AS. Dibanding negara-negara lain, depresiasi rupiah paling dalam. Peso Filipina terkoreksi 3,72 persen, rupee India (-4,76), real Brasil (-6,83), rubel Rusia (-8,93), dan lira Turki (-11,51 persen).

Artinya ada yang salah dengan sistem rezim moneter Indonesia dan secepatnya harus dievaluasi.

Persoalan moneter Indonesia adalah kebijakan head-tohead dengan sistem moneter AS. Padahal kapitalisasi uang beredar mata uang Paman Sam ini 1,96 persen di dunia (Hewitt, 2018) dan per Oktober 2018 mencapai 1,69 triliun dollar AS. Uang beredar seluruh dunia tahun ini diperkirakan 80 triliun dollar AS.

Sementara itu, jumlah uang rupiah yang beredar per Agustus 2018 adalah 5.529 triliun, termasuk uang beredar dalam arti luas seperti uang kartal dan uang kuasi dan surat berharga. Kalau melihat kapitalisasinya, Indonesia sampai kuartal III masih defisit neraca perdagangan ekspor-impor sebesar 2,82 miliar dollar AS. Keuangan domestik akan semakin menyusut. Surplus perdagangan September lalu 227,1 juta dollar AS sama sekali tidak bisa dirasakan. Jika ditambah dengan defisit sampai kuartal II 2018 sebesar 8 miliar dollar AS, maka total defisit sampai kuartal III sudah mencapai 10,82 miliar dollar AS.

Rezim devisa bebas benarbenar dalam risiko tinggi karena membiarkan mekanisme pasar menentukan sendiri ekuilibrium nilai tukar rupiah. Kekuatan ekonomi Indonesia hanya 23,46 persen terhadap AS. Bahkan dibanding uang kartal, total uang beredar Indonesia hanya 4,24 persen dari uang kartal AS. Per Juli 2018 jumlah uang beredar primer adalah 998,24 triliun rupiah dan menjadi penurunan terendah sejak 2015. Padahal titik ekuilibrium itu bukan hasil perhitungan matematis yang pasti.

Berbahayanya apabila uang dollar AS tersebut kembali ke negaranya dan sudah terjadi karena The Fed memutuskan menaikkan tingkat suku bunganya sampai tiga kali pada 2018 ini. Jika suku bunga bank sentral AS awal tahun dipatok 1,5 persen dan sudah dinaikkan tiga kali masing-masing 25 basis poin per kuartal, maka suku bunga terakhir sudah 2,25 persen.

Ini sebagai konsekuensi kebijakan Donald Trump dan efek perang dagang dengan Tiongkok dan berakhirnya program quantitative easing (QE) serta program tapering off AS. Ini menjadi degub baru jantung bagi negara-negara sedang berkembang, termasuk indonesia.

Uang Bersama

Tidak ada rumus pasti mekanisme pembentukan nilai tukar mata uang di pasar. Nilai tukar adalah kombinasi nilai akumulasi intrinsik dan ekstrinsik, hukum normatif supply-demand, gabungan unsur rasional dan irasional, termasuk pengaruh para makelar uang. Di samping itu, kekuatan uang kartal sebesar 4,24 persen tidak akan cukup mampu mempengaruhi dominasi dollar AS. Jika nilai tukar rupiah sudah menyentuh 15.220 per dollar AS, pesimistis rasanya sudah berada pada titik ekuilibrium baru.

Dengan demikian aplikasi rezim devisa bebas adalah pengakuan sikap irasional inferior nilai tukar mata uang dari pemerintah sendiri. Konsekuensinya sangat mahal. Jika spekulan kaya seperti George Soros berulah untuk tujuan tertentu sampai hendak mengganti pemerintahan, cukup dengan menguasai sejumlah dollar AS, jatuhlah rupiah.

Tanda-tanda darurat ekonomi Indonesia sudah di ambang pintu dengan jatuhnya nilai tukar rupiah terus menerus. Alasan, sejumlah mata uang regional juga mengalami tekanan yang sama seharusnya tidak relevan dilontarkan.

Mata uang negara kini sudah berubah menjadi kekuatan rezim yang berpengaruh. Saat ini ada 4 mata uang berpengaruh dunia: dollar AS, yen, euro dan yuan. Negara ASEAN pernah menggagas hendak membuat mata uang bersama untuk menaikkan martabat ekonomi kawasan. Kalau melihat kondisi sekarang, penyatuan mata uang ASEAN sudah sangat urgen.

Kapitalisasi ekonomi 10 negara ASEAN memang cukup besar dan akan menjadi sangat diperhitungkan AS. Tanpa Kamboja, Myanmar, dan Laos, jumlah uang kartal beredar ASEAN mencapa i 34,87 persen. Ini akan mempunyai bargaining lebih baik dibanding setiap negara ASEAN berkompetisi dengan AS. Nilai uang beredar saat ini mencapai 547,86 miliar dollar AS.

Dengan pembentukan uang bersama, kawasan ASEAN akan menjadi small open economy (Purwono, R, 2008) atau wilayah baru yang mandiri secara ekonomi. ASEAN dapat menentukan harga CPO sendiri.

Harga batu bara sendiri dan memutuskan harga tembakau yang kini ditentukan pasar Bremen Jerman. ASEAN bisa mematok harga gas dan minyak. Harga kedelai kini ditentukan pasar kartel yang dibentuk oleh United States Department of Agriculture (USDA). Kemandirian harga-harga komoditas akan diperoleh dibanding sekarang yang ironisnya setiap harga dikontrol negara lain. Uniknya, mereka tidak memiliki kapasitas memproduksi.

Dengan keuntungan demografinya, ASEAN saat ini kirakira berjumlah 652,42 juta jiwa. Ini pasar bagi negara maju seperti AS dan Eropa. Ketika mayoritas barang dan jasa dapat dipenuhi dari kawasan dengan mata uang bersama, maka produk AS akhirnya berangsur- angsur dapat ditinggalkan. Dampak lain, kebutuhan dollar AS lambat laun akan berkurang, sehingga nilai tukarnya kembali pada tingkat realistis.

Penulis S3 ilmu ekonomi FEB Unair

Let's block ads! (Why?)

Read Again Vroh http://www.koran-jakarta.com/rupiah-dan-dollar-as/

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Rupiah dan Dollar AS"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.