Search

Aceh Utara, Petro Dollar yang Menuju Sakratul Maut

Eka Januar.

Oleh Eka Januar*)

Selain kota Lhokseumawe siapa yang tidak tahu tentang Kab. Aceh Utara? Daerah yang dulunya dikenal sebagai kawasan “Petro dolar” karena di sana pernah berdiri kokoh nan megah sebuah perusahan minyak dan gas (migas) asal Amerika Serika (AS) Exxon Mobil yang beroperasi sejak tahun 1970. Saat ini semua memori indah itu hanya tinggal kenangan, Exxon Mobil telah angkat kaki dari Bumi Pasee (sebutan Aceh Utara sewaktu masa kerajaan).

Sejak tahun 2015 pengelolaan Blok B dan Blok Nort Sumatera Offshore (NSO) beralih ke PT. Pertamina Hulu Energi (PHE) anak perusahaan PT. Pertamina.

Seiring berjalannnya waktu Aceh Utara telah berubah menjadi daerah yang tidak lagi menghasilkan dolar, akan tetapi telah menjadi wilayah yang krisis rupiah serta kabupaten yang terseok-seok dalam segudang permasalahan sosial politik dan ekonomi. Jika diibaratkan tak ubahnya seperti anak yang sedang dilanda gizi buruk dan busung lapar, jika tidak ditangani dengan serius maka ia akan mati secara menyedihkan.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hingga September 2017, Aceh utara merupakan daerah termiskin di antara kabupaten/kota lainnya yang ada di Aceh, dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 118.740 ribu jiwa, dengan persentase pengangguran mencapai 11.02 persen (Serambi Indonesia 24 Februari 2018). Pengangguran dan kemiskinan berpotensi bertambah mengingat sekarang sudah memasuki triwulan pertama tahun 2018 sedangkan APBK belum direalisasikan.

Kemudian ditambah lagi utang yang membelenggu kabupaten Aceh utara semakin membuat penderitaan masyarakat di Bumi Pasee tersebut semakin komplek dan tentunya masalah tersebut bukanlah kabar yang menggembirakan.

Sejak Ilyas A. Hamid yang populer disebut Ilyas Pasee menjabat sebagai Bupati periode (2007-2012) kemudian estafet kepemimpinan dilanjutkan oleh Muhammad Thaib alias Cek Mad periode (2012-2017 dan periode ke dua tahun 2017 sampai dengan 2022) pembangunan Aceh Utara jalan di tempat bahkan dapat dikatakan cenderung mundur. Daerah tersebut terus dalam keadaan bermasalah sejak kasus deposito 220 Milyar sewaktu masa Ilyas A. Hamid hingga utang Kabupaten Aceh utara yang mecapai 173 milyar kepada pihak ketiga di masa pemerintahan sekarang.

Dengan banyaknya utang yang dimiliki maka sangat berpotensi kabupaten Aceh utara akan mengalami krisis keuangan. Sehingga apabila dalam tahun anggaran APBK 2018 yang diprioritaskan adalah melakukan pembayaran hutang, maka akan banyak program untuk masyarakat tidak bisa dijalankan karena tidak tersedianya anggaran.

Namun membayar hutang juga merupakan hal yang harus dilakukan segera, karena jika terus dibiarkan jumlahnya akan semakin bertambah disebabkan bunga yang terus membengkak. untuk menutupi hutang seharusnya anggota DPRK untuk sedikit menahan diri supaya tidak mengalokasikan dana aspirasi. Karena selama ini kita juga melihat banyak dana aspirasi yang dikucurkan kurang produktif dan terkesan menghambur-hamburkan uang rakyat.

Pemerintahan Yang Pasif
Pemerintah sangat pasif dalam menjalankan roda pemerintahan, selain tidak melakukan perencanaan keuangan dengan baik dan terukur, pemerintah juga hanya menunggu dana yang bersumber dari APBK tanpa berupaya untuk menghasilkan pendapatan lain untuk menopang ekonomi masyarakat. Di tengah lesunya perekonomian masyarakat serta tidak stabilnya keuangan daerah, malah pihak DPRK dan bupati mengalokasikan dana untuk membeli mobil operasional Bupati, Wakil Bupati serta pamtup (pengamanan tertutup) yang berjumlah empat unit dengan anggaran biaya yang mencapai 3.18 milyar. Sumpah serapah mahasiswa dan masyarakat seakan tidak menggetarkan hati sanubari elit daerah tersebut untuk mempunyai tunggangan baru, berbagai macam fatwa politik yang dikemas dalam aturan perundang-undangan dikemukakan untuk melegalkan syahwat elit di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang mencekik leher.

Selama beberapa periode pemerintahan, masyarakat Aceh utara tidak melihat adanya program pemerintah yang monumental sehingga dapat mengurangi kemiskinan serta dapat menyerap tenaga kerja. Sehingga banyak angkatan kerja yang lulus perguruan tinggi dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) harus menjadi pengagguran Intelektual.

Padahal Kabupaten Aceh utara memiliki Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bernama Perusahaan Daerah Bina Usaha (PD Bina Usaha) yang memiliki aset sekitar 38 milyar dalam bentuk bangunan seperti tangki penyimpanan minyak goreng, tanah, pabrik es dan gedung bekas pabrik garmen. Semua aset perusahaan itu terlantar begitu saja dan hanya Hotel Lido Graha yang masih eksis. Jika kita melihat hotel tersebut juga dalam kondisi mati segan hidup tak mau, karena tidak menghasilkan keuntungan yang memadai bagi daerah.

Jika BUMD tersebut dikelola dengan baik tentunya akan dapat membawa keuntungan serta menjadi pemasukan buat daerah. Sayangnya unit-unit usaha yang selama ini di bawah pemerintah daerah terus merugi disebabkan pengelolaan yang tidak profesional. Selain itu pemerintah daerah juga dapat mengembangkan potensi pariwisata yang ada di Aceh utara. Lagi-lagi selama ini pariwisata di daerah tersebut tidak terurus dengan baik sehingga tidak menarik minat wisatawan untuk mengunjunginya Aceh utara.

Aceh Utara memiliki potensi yang luar biasa yang jika dikelola dengan baik maka itu akan menjadi penghasilan daerah sekaligus dapat menyerap tenaga kerja. Pemerintah daerah seharusnya juga memetakan kawasan-kawasan yang memiliki produk unggulan untuk dikembangan dan dibina dan kawasan yang belum memiliki produk unggulan, agar dicarikan solusi agar masyarakat memiliki penghasilan yang dapat memenuhi kehidupan mereka sehari-hari.

Aceh Utara membutuhkan pemimpin yang kuat dan konsisten oleh karenanya bupati dan wakil bupati, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta seluruh perangkat daerah kabupaten Aceh utara jangan letoy dan loyo dalam mengurus daerah dengan pendududuk paling banyak di Aceh. Diperlukan keseriusan dan jangan hanya menikmati fasilitas yang disediakan oleh rakyat tapi tidak dapat melakukan sesuatu yang bermakna bagi kemakmuran masyarakat Aceh Utara.

Eka Januar, M.Soc.Sc.
Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Dosen Ilmu Politik. FISIP UIN Ar-Raniry. Email: ekajanuar.1984@gmail.com

Komentar

Let's block ads! (Why?)

Read Again Vroh http://www.acehtrend.co/aceh-utara-petro-dollar-yang-menuju-sakratul-maut/

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Aceh Utara, Petro Dollar yang Menuju Sakratul Maut"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.